dimanche, septembre 30, 2007

Feeling Religious

Iya, gue tau gue pernah makan babi, makan anjing, ngatain Tuhan, minum alkohol, berzinah, dan sampe sekarang gue cuma sholat 2x setaun (idul fitri sama idul adha).. bahkan baca satu huruf arab pun nggak bisa. Jadi semoga nggak ada yang komen bahwa gue gak berhak untuk merasa beragama. Btw, di KTP, gue dideteksi dan teridentifikasi sebagai umat Islam.

Anyway, akhir-akhir ini gue mulai menyadari kalo gue makin sering berdoa. Well, gue emang ngga bisa baca huruf arab, tapi gue bisa ngapalin al-fatehah dan dua kalimat syahadat. Setiap kali gue mulai sekolah, gue doa dulu. Setiap kali gue mulai dan selesai makan, gue doa dulu. Kadang2 kalo gue main RO trus mau ke pulau kuya dan ngehunt ber-10 gue doa dulu supaya nggak mati dibunuh MVP. Or at least kalo mati, equip gue nggak drop.

Biasa aja? Emang harusnya gitu? Well, mungkin buat beberapa di antara kalian sih iya. Tapi kalo buat gue yang mungkin dulu setahun berdoa aja bisa diitung pake jari dan yakin kalo Tuhan itu cuma pelarian manusia yang butuh makhluk luarbiasakuat untuk dipuja karena mereka ga tau kalo asalnya manusia itu dari monyet dan bukan ada Adam & Hawa yang jatoh dari langit.. akhir2 ini gue ngerasa kalo gue semakin beragama.

Pandangan gue salah?
So be it, gue juga ga ngerti2 amat, tapi ya itu yang gue rasakan.

Jadi inti entry ini apa?
Sebenernya cuma pengen bilang, kalo "revelations" ato "kepercayaan" itu bisa datang pada siapapun, ngga peduli udah sedosa apapun orangnya. Tinggal masalah orang itu mau terima ato nggak, mau berubah ato nggak, dan mau percaya Tuhan ato nggak.

Btw, buat kalian ahli agama, Adam & Hawa kan punya anak, Kain & Abel. Yang satu mati. Trus keturunannya dari mana? Incest sama Hawa?

mercredi, septembre 19, 2007

Fasting

Bulan puasa ini aneh. Koreksi, bulan puasa memang selalu aneh bagiku. Mungkin tahun ini tidak lebih aneh daripada yang sebelum-sebelumnya, tapi tetap saja aneh.

Kenapa? Karena bulan puasa adalah saat di mana berbagai godaan2 yang sama sekali tidak menggoda muncul. Orang makan di depan mata sambil mengajak batal. Lagu-lagu lelucon tentang puasa terdengar di koridor sekolah. Keisengan tanpa alasan yang dilakukan hanya pada umat yang berpuasa. Dan yang membuatnya lebih aneh lagi, sebagian besar didasarkan atas kalimat-kalimat seperti:
"Gue kan baik, dengan gini elo dapet pahala lebih banyak loh,"
"Nggak boleh marah, elo kan puasa.. Nanti lu nggak dapet pahala,"
"Kalo gue godain elo kan gue juga dapet pahala asal lu nggak batal,"
dan semacamnya..

Apa sih pahala itu? Emangnya segitu pentingnya ya sampe dikejar2 banget? Emangnya kita puasa perlu mikirin pahala yang kita dapet? Apakah kita puasa ada maunya, yaitu buat banyak2in pahala?

Gue nggak ngerti pikiran orang2... kalo mau puasa ya puasa aja, nggak usah banyak maunya. Puasa ya puasa aja, berbuat baik ya berbuat baik aja, sekedar karena emang lu pengen. Nggak usah diitungin jamnya ato pahalanya. Nanti juga Tuhan tau sendiri kok siapa yang berhak masuk surga, tanpa kita harus nimbunin pahala dengan sengaja.

Bener nggak?

samedi, septembre 15, 2007

Hide & Seek

Minggu lalu, saya dan sesama murid-murid SMA Pangudi Luhur kelas 3 lainnya diundang ke Universitas Pelita Harapan untuk menghadiri Open House. Sesampainya di sana, kami dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang masing-masing terdiri dari sepuluh orang dan satu mentor. Yang dimaksud dengan mentor adalah seorang mahasiswi UPH yang secara suka rela memimpin suatu kelompok berperan sebagai Tour Guide, mengantar, dan menunjukkan fakultas-fakultas serta jurusan-jurusan di UPH.

Berhubung SMA saya adalah SMA dengan komposisi murid homogen cowok, maka umumnya murid-muridnya tergiur melihat pemandangan yang tersebar di hadapan mereka: murid-murid cewek SMA lain dan mahasiswi-mahasiswi UPH. Termasuk mentor-mentor yang sedang menjalankan tugas mereka.

Selagi mereka melirik sana-sini, dua teman ngobrol saya (yang tidak termasuk dalam kategori "umum" karena mereka tidak melirik cewek-cewek) malah berantem. Jadilah, saya cari teman baru: mentor kelompok saya. Ia seorang mahasiswi dari jurusan Fisika Medis, angkatan 2004. Jurusan yang amat menarik karena hanya berisi empat orang dalam satu angkatan.

Tadinya, saya hanya berniat mengorek informasi mengenai jurusan Bioteknologi Medis, yang kebetulan termasuk dalam Fakultas MIPA tempat mentor saya belajar. Jadilah kami mengobrol, dan akhirnya bukan hanya mengenai Bioteknologi, tetapi juga mengenai berbagai hal lainnya.

Ketika siang tiba dan bus berangkat untuk mengantarkan saya dan murid-murid lainnya kembali ke sekolah, kami melambaikan tangan pada para mentor yang tadi membantu kami dan mengantar kesana-kemari. Khususnya, pada mereka yang cantik-cantik. Dan para mentor pun melakukan beberapa hal yang sama: melambaikan tangan, tersenyum senang, melemparkan ciuman.

Kemudian saya pun duduk tenang di kursi, hanya untuk menyadari satu hal: saya sama sekali tidak tahu bagaimana cara menghubungi teman baru saya, mentor UPH tadi. Di internet saya coba cari namanya, namun tidak membuahkan hasil. Ah, ya sudahlah... Mungkin memang sulit. Kapan-kapan akan kukirim surat saja, mungkin bisa berhasil dengan cara lama.

Kemarin, sebuah e-mail dikirimkan pada saya. E-mail dari mahasiswi yang sama.

It's not that I'm not happy, but please do tell me: How did you find me?

vendredi, septembre 14, 2007

Ego

Meet Ego, the greatest thing humankind ever had. Its job is simple. To make us hunger. For money. For food. For love. For lust. For more.

Ego moves us forward. It makes us urge for something. Was it our parents who made us learn to walk? No. It was our own motivation. The feeling of wanting to walk. The feeling of assurance and pride, that we could walk and not just crawl. Before you know anything, Ego has already made his home in you.

Ego defines who we are. What we like, what we do, what we feel, are all based on Ego's will. If we don't want to do something, it was because Ego rejected us to do so. If we do something, it was because Ego allows us to do so. He is a puppeteer, and we are merely his dolls.

Ego is eternal. You can't deny him, as he's everywhere in the world. You can't get rid of him, because doing so is also based on Ego's will. You can't try to free your mind from Ego, for it would make you not anymore a living being.

But all in all, Ego is different in each one of us.
What is your greatest Ego?

lundi, septembre 10, 2007

Nostalgia I

Pernahkah kita mencoba melihat masa lalu? Melihat betapa kecilnya kita dahulu, suatu bentuk yang lugu dan rapuh. Melihat benih-benih cinta pertama tersebar di hati kita. Melihat impian masa kecil kita yang sekarang terasa begitu bodoh dan amat jauh dari kenyataan yang kita alami saat ini.

Pernahkah kita mengingat cita-cita kita masa kecil, menjadi seorang pilot pesawat atau astronot? Yang terasa begitu jauh dengan masa kini dimana kita adalah mahasiswa yang sibuk dengan tugas-tugas, atau sekedar seorang penulis kesepian yang terjebak di kampung halamannya?

Segalanya terasa lucu dan ringan. Masa-masa kecil terasa sungguh menyenangkan. Tak ada beban pikiran, tanggung jawab, maupun perasaan bersalah saat melakukan ini-itu. Yah, mungkin ada, tapi tidak seberat sekarang.

Aku masih ingat saat itu. Kelas empat SD, saat posisi tempat duduk tengah ditentukan oleh guru pembimbing kelasku. Aku sedang berdiri dan berpindah kursi, ketika sebuah tangan menggenggam bajuku dari belakang.

"Jangan pergi. Di sini saja, duduk denganku," ujarnya. Seorang perempuan kecil yang menatapku dengan sepasang matanya yang berkilau sedih.

Aku menatap ke arah sang guru, yang kemudian mengabulkan permintaan gadis cilik itu. Di tengah sorak sorai anak-anak sekelas pada kami berdua, sang gadis hanya terdiam sembari menatapku, tersenyum malu.

Masa kecil yang lucu dan menyenangkan untuk diingat. Setidaknya, untukku. Sangat berbeda dengan kenyataan sekarang, hari ini, ketika perempuan cilik yang sama kembali dalam bentuk seorang anak SMA dan bertanya padaku apakah aku mau menjadi pacarnya. Lucu, mungkin, tapi tidak begitu menyenangkan ketika mengatakan "tidak" menjadi sesuatu yang mungkin akan menyakitinya.

Maaf, nona, tapi aku sudah memiliki seorang kekasih. Dan aku mencintainya. Selamanya.

vendredi, septembre 07, 2007

Anger

Beberapa orang mengatakan bahwa kemarahan tidak semestinya diluapkan begitu saja. Harus dipikirkan dengan kepala dingin. Padahal, namanya juga orang marah, mampukah ia untuk mendinginkan diri?

Beberapa orang lainnya mengatakan bahwa kemarahan semestinya dilepaskan, diluapkan, dan tidak dibiarkan terpendam lama. Katanya, semakin perasaan marah itu dipendam, ia akan menumpuk sampai akhirnya meledak lebih besar.

Mungkin itu kesalahanku. Aku bukan orang yang sabar. Aku sering ingin berteriak kesal, namun semua itu berakhir terpendam. Kenapa? Salah satunya, karena aku tidak yakin bisa menjaga kelakuanku bila tiba saatnya aku marah. Marah betulan. Bukan sekedar ngambek ato ngomel.

Kapan terakhir kali aku marah? Saat aku menghancurkan rumahku dulu? Saat aku membuat pamanku terkena serangan jantung? Atau saat temanku harus dibawa ke rumah sakit esok harinya?

Sekalinya aku hanya marah melalui kata-kata, hasilnya pun tak jauh berbeda. Ada yang menyalahkan dirinya, ada yang tidak terima dan melawan balik, ada yang dengan rela hati menerima semua omelan itu dengan meninggalkan sebuah perasaan bahwa aku adalah sampah terburuk di dunia.

Kemarahanku tidak pernah berakhir baik. Kurasa, itulah kesalahanku. Dan biarlah aku tetap bersalah seperti itu, sembari aku mencoba bersabar untuk orang lain.

Untung tembok tidak hancur dengan mudah.

lundi, septembre 03, 2007

Coincidence

Cerita itu mengalir begitu saja di mobil temanku.

Ia merasa ada seseorang bernama Kiki dalam dirinya. Seorang anak perempuan berumur lima tahun. Hidup. Bernapas. Satu dalam dia.

Ia merasa ada seseorang bernama Ian dalam dirinya. Seorang anak lelaki berumur sembilan tahun. Hidup. Bernapas. Satu dalam dia.

Ia merasa ada seseorang bernama Dikha dalam dirinya. Seorang anak perempuan berumur dua belas tahun. Hidup. Bernapas. Satu dalam dia.

Mereka tidak mengenal satu sama lain, karena tinggal di ruangan kamar yang berbeda. Tak pernah bertengkar. Tak pernah berbincang. Mereka adalah tiga kesatuan, dan pada saat yang bersamaan adalah satu. Satu tubuh. Tiga pikiran.

Cerita itu mengalir begitu saja di mobil temanku.

Aku merasa ada seseorang bernama Gild dalam diriku. Seorang anak perempuan berumur lima tahun. Hidup. Bernapas. Satu dalam aku.

Aku merasa ada seseorang bernama Ego dalam diriku. Seorang anak lelaki berumur enam belas tahun. Hidup. Bernapas. Satu dalam aku.

Aku merasa ada seseorang bernama Cipto dalam diriku. Seorang lelaki berumur dua puluh tujuh tahun. Hidup. Bernapas. Satu dalam aku.

Mereka mengenal satu sama lain, meskipun tinggal di ruangan kamar yang berbeda. Di sebuah meja bundar tempat mereka minum teh, mereka bertemu. Seringkali bertengkar. Seringkali berbincang. Mereka adalah tiga kesatuan, dan pada saat yang bersamaan adalah satu. Satu tubuh. Tiga pikiran.

Cerita itu mengalir begitu saja di mobil temanku. Cerita kami berdua yang membuatku merinding, dan bulu kudukku berdiri, sementara senyum pahit yang dipaksakan muncul di wajahku itu menatap ke arah luar jendela, enggan terlihat oleh sang pengemudi yang sedang bercerita.

Kebetulan itu mengerikan.

samedi, septembre 01, 2007

Currently...

Sleepless: 42 hours.
Foodless: 20 hours.